Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 05 Januari 2010

Jakarta Bangga Punya Kotatua*


Pinondang Simanjuntak

Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Provinsi DKI Jakarta



Konteks Sejarah

Perkembangan fisik kota Jakarta pada sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat pesat. Bangunan tinggi dengan arsitektur modern dijumpai pada hampir setiap sudut kota. Di antara pesatnya pembangunan, ada suatu keluhuran, yakni tidak terbongkarnya bangunan bersejarah. Bahkan kawasan-kawasan yang memiliki nilai sejarah tetap dilestarikan, salah satunya adalah Kotatua.

Kotatua adalah morfologi kota yang memiliki perjalanan sejarah yang amat panjang, 481 tahun. Dimulai dari sebuah kota yang diberi nama Jayakarta pada 1527, luasnya hanya 15 hektar berlokasi pada sisi barat sungai Ciliwung (Kalibesar). Pola Kota Jayakarta cukup cantik, pusat kotanya ditandai dengan alun-alun yang bagian selatannya terdapat kraton, sedangkan pada sisi barat alun-alun terdapat masjid. Sayang kota Jayakarta hanya bertahan 92 tahun, sebab pada 1619 dibumihanguskan oleh VOC Belanda. Di atas lahan kota Jayakarta VOC Belanda membangun kota Batavia yang luasnya 105 hektar. Kota Batavia sempat bertahan selama 189 tahun, karena pada 1808 dibongkar total dan ditinggalkan warganya,. Penyebabnya adalah terjadinya angka kematian yang tinggi akibat wabah penyakit. Kota Batavia yang terlantar tersebut baru mendapat perhatian kembali sejak dibentuknya Dewan Kotapraja--seperti DPRD sekarang--pada 1905. Terjadilah peremajaan kota Batavia sejak 1905 hingga 1930-an.

Sebagian besar bangunan tua yang terdapat di Kotatua berasal dari periode peremajaan (1905- 1930). Arsitektur bangunannya adalah internasional style atau artdeco yang tren pada saat itu. Bangunan yang berasal dari abad ke-17 atau 18 hanya beberapa buah saja (mungkin tak sempat dibongkar), di antaranya adalah Gudang dan sisa tembok kota yang kini menjadi Museum Bahari, Stadhuis yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta, Jembatan Gantung Kota Intan, dan beberapa bangunan di Jalan Kalibesar Barat.

Elemen kota memang terjadi perubahan dari zaman ke zaman, tetapi struktur kota abad ke-17 masih terlihat garis-garis batas kota dan jalan kotanya. Kondisi ini yang menuntut kita harus melestarikan sisa-sisa kotatua. Yang membanggakan kita, tinggalan sejarah dalam bentuk kota ini adalah peninggalan kota terbesar di Asia. Bahkan yang lebih menarik lagi adalah masih ada aktivitas kehidupan kota.


Living In The City

Kehidupan dan perilaku etnik yang turun menurun, masih terlihat di Kotatua. Di Glodok dan Pinangsia hingga kini masih memperlihatkan aktivitas kehidupannya yang tidak meninggalkan unsur tradisionalnya. Sebagian besar etnik ini adalah pedagang mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan hiburan dan makanan serta obat-obat tradisional. Cukup unik melihat Glodok dan Pinangsia, suasana Pecinan sangat terasa. Etnik lainnya yang bagian dari sejarah adalah Arab. Keturunan Arab kini banyak yang berdomisili di daerah Pakojan. Mengapa dua etnik ini masih bertahan di Kotatua? Selain karena faktor sejarah, etnik ini cukup adaptif dengan lingkungan masyarakat.

Pasar Ikan, yang kini merupakan bagian pelabuhan Sundakelapa masih dinikmati aktivitas bongkar muat kapal tradisional Phinisi dengan cara yang tradisional pula, sehingga menarik perhatian para turis mancanegara. Kampung Luar Batang dengan aktivitas religiusnya tetap bertahan sepanjang masa, terlebih ketika diselenggarakan acara tahunan seperti Maulid Nabi dan Ramadhan. Semua terselenggara tanpa bantuan anggaran pemerintah.

Aktivitas ekonomi yang membentuk sentra-sentra marak berlangsung. Bila kita berjalan di Jalan Cengkeh maka dijumpai deretan pedagang terpal untuk keperluan tenda, ke utara lagi akan ditemukan deretan pedagang alat-alat kapal, terus menuju Pasar Ikan kita jumpai deretan pedagang mainan tradisional. Unik. Jarang ditemukan di daerah lain.

Kantung-kantung aktivitas sosial dan ekonomi ini didukung lagi dengan keberadaan kawasan arsitektural bersejarah dengan aktivitas pengunjung terutama di kawasan Taman Fatahillah, Taman Beos yang menikmati keberadaan Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Keramik & Senirupa, Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Juga setiap harinya terjadi aktivitas streethunting photography.

Lokasi aktivitas sosial, ekonomi dan suasana kesejarahan di kotatua yang unik dan menarik merupakan potensi dalam pengembangan kotatua, sehingga kita merasa perlu membuat arahan batas-batas karakter morfologi.


Karakter Morfologi

Delapan ratus empat puluh enam hektar dinyatakan sebagai luas pengusaan perencanaan Kotatua, sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 34 tahun 2006. Batas paling utara adalah sebagian Pelabuhan Sunda Kelapa; batas paling selatan adalah Gedung Arsip Nasional Jalan Gajah Mada; batas paling barat adalah mesjid tua di Jalan Bandengan; dan batas paling Timur adalah satu blok di belakang Bank BNI Kota.

Masterplan yang akan mengatur arahan pengembangannya masih dalam proses finalisasi. Walaupun demikian secara garis besar sudah disepakati bahwa luas 846 hektar terbagi ke dalam 5 zonasi kawasan pengembangan yang didasari pada karakter morfologi.

Zonasi 1:
Sundakelapa, yang batasnya ke arah utara dari bentangan rel kereta api. Karakter zona ini adalah bahari yang didominasi dengan perkampungan etnik dan pergudangan, langgam merespon iklim laut. Visi pengembangannya adalah menyemarakkan aktivitas kebaharian.

Zonasi 2:
Fatahillah, yang batasnya adalah sekitar Taman Fatahillah, Kalibesar dan Taman Beos. Karakter asal zona ini adalah kota lama dengan populasi bangunan tua terbanyak. Visi pengembangannya adalah memori masa lalu, yang memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif dan fungsi campuran. Pada zonasi ini dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan.

Zonasi 3:
Pecinan, yang batasnya adalah sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona budaya etnik Cina baik kehidupannya maupun lingkungan arsitekturnya, sedangkan visi pengembangannya adalah pelestarian bangunannya dan tetap mempertahankan kehidupan.

Zonasi 4:
Pakojan, yang batasnya adalah sekitar Pakojan, Jembatan Lima dan Bandengan. Karakter zonanya adalah budaya religius karena pada zona ini terdapat beberapa masjid tua. Visi pengembangannya adalah kampung multi etnis.

Zonasi 5:
Kawasan Peremajaan, yang batasnya adalah dari Pancoran ke arah Jalan Gajah Mada (Gedung Arsip). Visi pengembangan zonasi ini adalah sebagai pusat bisnis Kotatua.


Apa Yang Telah Dikerjakan Dalam Revitalisasi

Pekerjaan Revitalisasi Kotatua telah dilaksanakan sejak akhir 2005, dimulai penataan jalan Pintu Besar Utara sepanjang 300 meter yang mengganti permukaan jalan dengan batu andesit dan pelebaran jalan di Pancoran. Pada tahun berikutnya penataan Taman Fatahillah sekaligus pembuatan Lighting Heritage agar bangunan tua yang ada disinari warna-warni cahaya di malam hari. Selain itu ditata pula pohon-pohon di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara dan Taman Fatahillah.

Tahun 2008 ini pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengalokasikan dana APBD untuk Penataan air Kalibesar, pedestrianisasi sebagian Jalan Kunir, dan Pencahayaan di sekitar Sundakelapa, Museum Bahari.

Khusus untuk penataan air Kalibesar, perencanaannya sudah dibuat sedemikian rupa. Kali yang selama ini difungsikan sebagai drainase dimana limbah rumah tangga langsung menuju kali tesebut, kelak tidak akan terjadi lagi. Air Kalibesar akan bebas kotoran dengan dibangunnya 4 buah IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) pada sisi kanan kiri Kalibesar. Debit air dijaga stabil, agar pada permukaan kali tersebut kelak diselenggarakan atraksi-atraksi.

Pekerjaan fisik ini sebagian besar adalah penataan infrastruktur, yang tujuannya sekaligus menciptakan daya tarik dan menciptakan kembali kepercayaan investor utuk menanamkan modal di Kotatua.


Leading Sector

Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta dipercaya sebagai leading sector dalam koordinasi pekerjaan fisik penataan kawasan Kotatua yang melibatkan dinas-dinas lain, di antaranya Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Penerangan Jalan Umum, dan Dinas Pertamanan, memfasilitasi partsipasi masyarakat yang membantu penataan tersebut. Partisipasi masyarakat tersebut datang dari Jakarta Oldtown Kotaku (JOK) dan Paguyuban Kota Tua.

Paguyuban Kota Tua adalah sebuah kelompok yang sebagian besar anggotanya adalah owner bangunan tua atau yang berdomisili di kotatua. Mereka sangat membantu dalam menciptakan iklim kondusif di masyarakat, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadinya protes terhadap pembangunan kotatua. Paguyuban ini menjadi mediator yang menjembatani permasalahan-permasalahan yang muncul antara pemerintah dan masyarakat. Selain Paguyuban Kotatua, JOK juga bertindak serupa, namun lebih banyak mencarikan sumbangan-sumbangan dalam penataan Kotatua. Di antara sumbangsihnya adalah menempatkan tong sampah pada tiap-tiap sudut kotatua, menyumbang pohon dan lampu, serta turut mempublikasikan keberadaan kotatua.

Untuk membantu pekerjaan yang bersifat teknis, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penataan dan Pengembangan Kotatua, di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. UPT ini merupakan ujung tombak dalam menciptakan jejaring kerja unit-unit terkait dan para stakeholder.


Identifikasi Masalah

Dewasa ini citra Kotatua sudah lebih baik daripada sebelum dilakukan revitalisasi, terlihat dari tingginya animo masyarakat yang berkunjung ke Taman Fatahillah. Namun citra kemacetan dan adanya tempat kumuh belum lepas dari pemikiran setiap pengunjung maupun calon pengunjung.

Pasific Rim Council on Urban Development (PRCUD) Forum telah menyelenggarakan pertemuannya di Jakarta pada bulan Mei 2007 yang pada kesempatan tersebut membahas permasalahan-permasalahan yang dialami dalam Pengembangan Kotatua. Terdapat 5 masalah utama yang harus ditangani, yakni (1) Aspek Lingkungan Fisik; (2) Aspek Sosio Kultural; (3) Aspek Ekonomi Finansial; (4) Aspek Kelembagaan; dan (5) Aksesibilitas dan Daya Tarik.

Masalah pada aspek lingkungan fisik kini tengah dilaksanakan penanganannya, yakni dengan penataan Taman Fatahillah, Kalibesar dan Pancoran Glodok. Sedangkan penanganan aspek kelembagaan, telah dibentuk UPT KOTATUA. Aspek aksesibilitas dan daya tarik sedang ditangani pengaturan trafik dan penyelenggaraan event-event. Tinggal yang masih harus dipikirkan adalah masalah pada aspek ekonomi finansial, masih sebatas konsep, yakni konsep ekonomi kreatif.

*Makalah dalam Seminar Kotatua
yang diselenggarakan oleh Harian Sinar Harapan
Di Hotel Batavia Jakarta, 9 Juli 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontak