Keynote speech
Gubernur DKI Jakarta
DR.Ing. Fauzi Bowo
Dalam Seminar Kotatua Jakarta, 9 Juli 2008
Konteks Sejarah
Pada 2006 Pemerintah Provinsi telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 34 tentang Penguasaan Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan Kotatua seluas 846 hektar. Alasan diterbitkannya Peraturan Gubernur tersebut adalah untuk memberi kejelasan arah pengembangan kawasan Kotatua dan batas kawasan yang berdampingan sebagai zona pengaman. Batas-batas tersebut ditentukan oleh persebaran bangunan tua dan aktivitas kultural. Di dalamnya terdapat kawasan inti yang merupakan kawasan padat bangunan tua.
Sekitar Taman Fatahillah, Taman Beos, Kalibesar, Pasar Ikan, dan Pancoran/Glodok adalah identitas kawasan inti Kotatua. Tapak dari struktur kotanya berasal dari abad ke-17, sedangkan elemen kotanya berasal dari berbagai periode zaman hingga tahun 1990-an. Bila mengamati foto udara lokasi tersebut sekarang, kita masih bisa melihat batas-batas kota Batavia yang dikelilingi oleh tembok dan parit. Namun kini tinggal paritnya yang sudah menjadi sungai. Garis-garis jalan dan bloknya masih mirip dengan peta Batavia tahun 1650. Hanya bangunan-bangunannya tidak lagi menunjukkan abad ke-17, tapi lebih menunjukkan pada perkembangan awal abad ke-20. Hal ini terjadi karena kota Batavia dibongkar dan ditinggalkan lebih dari seratus tahun sejak Gubernur Jenderal Daendels. Baru pada 1905 kota Batavia yang kosong dan terlantar ini mulai dibangun kembali.
Komitmen Pelestarian
Namun fasilitas dan bangunan kotatua sejak kemerdekaan Indonesia kembali merosot kualitas lingkungannya hingga tahun 1970. Pada kondisi yang seperti ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera mengeluarkan keputusan yang men-declare kawasan sekitar Taman Fatahillah sebagai preserved historical site pada 1970 melalui Surat Keputusan Gubernur nomor: CD.3/1/70 Menyusul Surat Keputusan Berikutnya nomor: D.III-b 11/4/54/73 yang dikeluarkan pada 1973 dimana areal perlindungannya diperluas sampai sekitar Kota dan Pasar Ikan. Pada tahun itu juga Kotatua direvitalisasi untuk pertama kalinya dan diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1974. Sayang Kotatua yang sudah ditata saat itu tidak terurus dengan baik. Akhirnya banyak fasilitas yang disalahfungsikan, kualitas lingkungannya kembali menurun akibat kemacetan, rawan keamanan dan banyaknya pendatang liar, ditambah lagi dengan tidak adanya lembaga yang mengelola.
Gubernur-gubernur berikutnya tetap mempunyai perhatian yang besar terhadap Kotatua, mulai dari Tjokropranolo, R. Soeprapto, Wiyogo Atmodarminto, dan Surjadi Sudirja namun sebatas pencanangan. Kemudian Gubernur sebelum saya, Sutiyoso melakukan penataan yang cukup signifikan dengan mengubah jalan kendaraan menjadi pedestrian di sekitar Taman Fatahillah. Busway menjadi moda transportasi ke kotatua.
Untuk mengurus penataan dan pengembangan Kotatua diperlukan satu lembaga yang dapat menangani koordinasi antarunit dalam pembangunannya, serta menjembatani stakeholder. Sesungguhnya lembaga yang dibutuhkan semacam otorita, namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukannya secara bertahap, dimulai dari bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai embrio yang kelak menjadi otorita. Kini kantor UPT Kotatua menempati sayap kanan lantai bawah Museum Sejarah Jakarta.
Upaya Penataan
Kondisi sekarang Kotatua sudah tidak lagi sekotor sebelumnya, keamanan mulai kondusif, tetapi kemacetan tetap saja terjadi. Banyak pengguna jasa jalan mengatakan bahwa masuk Kotatua harus melewati neraka lalulintas, dua kali lipat waktu tempuh sesungguhnya. Belum lagi debunya! Ada lagi yang bilang, pake busway dong!
Bukan saja kemacetan yang menjadi keluhan masyarakat, tetapi masyarakat juga mengeluhkan hanya bisa menikmati 6 Museum dan seabrek bangunan tua kosong yang khawatir sekonyong-konyong ambruk. Selain itu tidak ada yang bisa dibeli. Bahkan jajanan makan dan minum termasuk barang langka di sini.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetap proaktif dalam menanggapi permasalahan di kotatua. Dewasa ini sedang berjalan penanganan transportasi dan kemacetan lalulintas dengan penertiban-penertiban pedagang kakilima yang menyita badan jalan, parkir sembarangan, dan terminal-terminal liar. Kini yang sedang dipersiapkan adalah konsep pemanfaatan bangunan-bangunan kosong baik yang terawat maupun tak terawat.
Konsep penataan dan pengembangan Kotatua didasari pada sebuah visi yang mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan ekonomi. Visi tersebut adalah terciptanya kawasan bersejarah Kotatua Jakarta sebagai tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memanfaatkan ekonomi yang tinggi.
Industri Kreatif
Salah satu misi yang paling utama dalam pengembangan Kotatua adalah memperkuat aktivitas yang ada dan mendorong pengembangan aktivitas bisnis dan ekonomi baru dengan pendekatan pengembangan creative community and industry yang selaras dengan potensi yang dimiliki dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sebagai daerah tujuan wisata budaya dengan nilai pelestariannya.
Industri kreatif menjadi pilihan utama dalam pemanfaatan bangunan-bangunan tua di kawasan inti Kotatua, titik sebarannya bisa ditempuh dengan berjalan kaki paling lama 10-15 menit. Fungsi eksisting bangunan yang tidak berhubungan dengan industri kreatif tetap dipertahankan, namun lantai dasarnya diubah fungsinya menyesuaikan dengan industri kreatif agar bisa diakses publik.
Industri kreatif yang bersumber pada kreativitas, keterampilan dan talenta individual yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan melalui penciptaan dan ekploitasi dari hak kekayaan intelektual memang memiliki skala dan potensi yang sangat besar untuk ekonomi suatu bangsa.
Di Inggris, industri/ekonomi kreatif memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, jauh di atas pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Demikian juga di Amerika Serikat, Cina, India dan negara-negara lainnya. Sangat beralasan jika pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada pembukaan Pekan Produk Budaya Indonesia 2007 mengatakan “... mari kita kembangkan ekonomi kreatif dengan memadukan ideas, art and technology. Kita bisa, tidak boleh kalah dengan negara dan bangsa lain untuk membangun dan mengembangkan ekonomi ktreatif ini...”
Strategi Public Crowd
Penataan Kotatua Jakarta yang sudah dimulai sejak akhir 2005 hingga kini belum juga berhasil menarik investor untuk ikut ambil bagian dalam industri atau ekonomi kreatif dengan memanfaatkan bangunan-bangunan tua di sekitar Taman Fatahillah, dan Jalan Pintu Besar Utara, area yang dewasa ini sudah menjadi plaza dan pedestrian.
Buyers adalah alasan tersembunyi di antara alasan regulasi, kemacetan, dan keamanan dari penyebab keengganan investor menanamkan modalnya di kawasan Taman Fatahillah dan Pintu Besar Utara. Dewasa ini para investor lebih mengeksplore orang-orang yang butuh hiburan malam sebagai buyers. Maka tak heran investor lebih suka membuka diskotik, tempat pijat plus-plus atau usaha-usaha yang dikaitkan undercover malam.
Menciptakan buyers harus disiasati secara kreatif. Salah satu strateginya adalah meng-create terbentuknya public crowd, atau dengan istilah lainnya adalah keramaian publik. Dengan terciptanya crowd people tentu akan membentuk potensi buyers. Lalu public crowd yang bagaimana yang kita inginkan? Setidaknya telah ada 4 lokasi public crowd yang sudah terbentuk, seperti di Stasiun KA Beos, Terminal Busway Beos, Pinangsia, dan Glodok Pancoran. Dua lokasi yang disebut pertama, potensi buyersnya rendah karena mobile, sedangkan yang kita inginkan seperti public crowd di Glodok dan Pinangsia potensi buyersnya tinggi dan public crowd permanen. Beda dengan crowd people di sekitar Taman Fatahillah, tidak permanen! Tergantung ada tidak adanya event.
Padahal Taman Fatahillah ini berpotensi public crowd. Bedanya lagi adalah Glodok dan Pinangsia industrinya sudah ada lebih dahulu baru terbentuk crowd, sedangkan Taman Fatahillah diciptakan dahulu crowd-nya baru investor percaya menanamkan modalnya untuk industri kreatif.
Saya yakin strategi crowd people dapat berhasil menumbuhkan kembali kepercayaan investor di sekitar Taman Fatahillah maupun Kalibesar, apabila crowd people tersebut bersifat permanen dan serempak dengan radius berjalan kaki antara 10 sampai 15 menit. Untuk melaksanakan strategi public crowd, pemerintah DKI Jakarta pada 2008 ini menyiapkan beberapa event yang diselenggarakan di Taman Fatahillah dan penataan Kalibesar untuk memberi porsi yang besar pada ruang publik.
Jakarta, 9 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar